MADRASAHDIGITAL.CO, JAKARTA – Pada Kamis (3/12), Madrasah Digital mengadakan Kuliah Umum dan Refleksi 108 Tahun Muhammadiyah dengan tema “Muhammadiyah Digital: Jalan Dakwah Virtual Muhammadiyah” secara virtual.
Diskusi ini dimoderatori oleh Pemimpin Redaksi MadrasahDigital.co Ahmad Sholeh dan dihadiri tiga narasumber dengan berbagai pandangan yang berbeda, yaitu Prof. Dr H Dadang Kahmad M.Si (ketua PP Muhammadiyah), Azrohal Hasan, M.Hum (sejarawan muda Muhammadiyah), dan Kiai Cepu atauKusen Ph.D (budayawan).
Dalam diskusi ini, sejarawan muda dan aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), aktivis sosial, dan tim perumus museum Muhammadiyah, Azrohal Hasan, mengatakan, sejarah adalah masa lalu, masa kini, dan masa depan. Menurut dia, penting sekali anak muda Muhammadiyah hari ini mengetahui kilas balik sejarah berdirinya Muhammadiyah adalah bukan proses yang instan.
Muhammadiyah, kata dia, adalah organisasi Islam yang konsisten pada misi kemanusiaan pada tiap perkembangan zaman pra dan pasca kemerdekaan Republik Indonesia.
Azrohal Hasan menganalogikan Muhammadiyah sebagai sebuah oase di tengah padang pasir yang memberikan kesegaran. “Kehidupan di tengah padang pasir tersebut entah kehidupan untuk manusia ataupun hewan tumbuhan dan lain sebagainya, manusia yang diberikan oase tersebut diharapkan untuk tidak dapat merusak oase tersebut,” ujarnya.
Dia juga menjelaskan, dalam Almanak Moehammadijah Tahoen Hidjriah 1354 halaman 120 dikemukakan, “Muhammadiyah bukanlah suatu jaring manusia pada umumnya ketika Muhammadiyah memberikan dakwah sosial atau pertolongan tidak ada keinginan khusus.”
Misalnya, kata dia, Muhammadiyah memberikan pertolongan kepada orang Kristen untuk diberikan keringanan dalam pengobatan karena sebagian besar Rumah Sakit Muhammadiyah sangat administratif dalam proses bantuan kesehatan. Landasan dasar ini yang menjadi dasar Kiai Syujak mendirikan klinik Muhammadiyah di Surabaya.
Azrohal mengatakam, penasihatnya adalah tokoh nasional Dr Soetomo dan Dr Soewandi keduanya adalah salah satu penasehat dalam proses pendirian klinik Muhammadiyah pertama di Surabaya. Ada proses kolaborasi pada saat itu antara KH Ahmad Dahlan dengan unsur Boedi Oetomo, salah satunya Dr Soetomo. Pada saat itu, KH Ahmad Dahlan ingin Dr Soetomo menjadi penasihat langsung pendirian klinik Muhammadiyah pertama di Surabaya.
Surabaya merupakan kota pahlawan. Surabaya memiliki para pejuang kemerdekaan, terutama dalam perannya mengusir penjajah. Muhammadiyah dalam bidang kesehatan memiliki peranan penting dalam proses membantu keperluan kesehatan masyarakat dan memenuhi kebutuhan medisnya pada saat itu.
Azrohal Hasan menceritakan, pada saat itu, asas tersebut menjadi landasan ideologis, klinik Muhammadiyah pada saat itu menjadi klinik rakyat karena banyak pejuang di Surabaya, terutama saat peristiwa 10 November, ketika ada yang perlu perawatan medis dibawa ke klinik rakyat Muhammadiyah ini. “Betul-betul gerakan filantropi kesehatan sangat dimunculkan pada saat itu,” kata Azrohal, Kamis (3/12).
Hal ini, kata dia, tidak terlepas dari konsep humanisme, pendekatan Muhammadiyah dalam menjawab krisis kemanusiaan universal hal ini telah terkonsep dari tujuan awal Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang mempunyai hubungan erat dengan anggotanya mempunyai hubungan timbal balik.
Azrohal Hasan juha mengatakan, Muhammadiyah selalu menjunjung tinggi kemanusiaan tidak memandang latar belakang agama, ras, ataupun suku siapa pun yang membutuhkan pertolongan dalam misi kemanusiaan harus ditolong oleh Muhammadiyah sebagai kewajiban ideologis sendiri. Kita cukup banyak menemukan dari bidang pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan.
Muhammadiyah memiliki kekuatan historis sebagai organisasi Islam yang memiliki peregerakan yang modern pada setiap zamannya. Azrohal mengatakan, akar pergerakan Muhammadiyah dimulai pada 1903. Pada saat itu, kata dia, ide tersebut sudah muncul ketika Ahmad Dahlan melihat konsep Kristianiti (kembali ke kristus) diimplementasikan oleh KH Ahmad Dahlan menjadi Muhammadianisme yang kita kenal sekarang Muhammadiyah (pengikut Nabi Muhammad).
Bentuk gerakan modernisme Islam yang didapat ketika Ahmad Dahlan belajar kepada Muhammad Rasyid Ridho, Jamaludin al-Afghani, dan Muhammad Abduh. Ketika kita bicara masa lalu, berarti kita sedang berbicara masa depan yang pertama ketika tahun 2000 masuk globalisasi sudah muncul mengakibatkan kemajuan teknologi, pasar bebas, pemikiran masyarakat yang semakin liberal dan munculnya karya atau karakter generasi milenial yang saat ini kita ketahui.
Selain itu, munculnya era disrupsi membuat ruang batas dan waktu sudah tidak ada batasan lagi. Dia berharap generasi milenial Muhammadiyah mampu memunculkan banyak inovasi. Seperti halnya kita dapat memulai membuka marketplace itu isinya anggota Muhammadiyah bersama dan membuat sosio-preuner pedagang atau UMKM Muhammadiyah diberdayakan di yberbagai daerah selain berdikari secara ekonomi juga konsep dakwah dapat ditonjolkan dengan kegiatan sosiopreneur dan technopreneur dengan era seperti ini.
Gerakan Postmodern saat ini kita hanya mengenal ustadz-ustadz yang bermain di media sosial. Gerakan itu yang dinamakan gerakan postmodern mereka semakin terbuka dan inklusif tidak ada sekat-sekat kalau di Muhammadiyah jelas, gerakannya sangat ideologis. Yang dikhawatirkan dalam era dakwah digital ini adalah sangat bahaya akan terbawa propaganda oleh tokoh-tokoh tertentu.
Merefleksikan kondisi hari ini, dia mengatakan, Muhammadiyah harus menjadi gerakan yang inklusif tetap ideologis tapi bisa mengontekskan dengan kondisi digital saat ini. Mayoritas masjid Muhammadiyah berada di perumahan-perumahan mewah, sangat jarang ada di kampung-kampung kumuh atau di kota-kota besar. “Sangat jarang sekali ada masjid Muhammadiyah ada di gang-gang sempit sangat jarang sekali, selain geraka dakwah digital, gerakan kultural ataupun inklusivitas Muhammadiyah masih sangat kurang,” kata Azrohal.
Azrohal Hasan dalam refeleksinya mengatakan bahwa Muhammadiyah berawal dari organisasi modern dizamannya, namun jika tidak mampu mengikuti konteks perkembangan zaman maka akan menjadi organisasi klasik. “Relevan atau tidak Muhammadiyah bergantung siapa dan apa yang dilakukan orang-orang yang berkecimpung di dalam Muhammadiyah. Jangan jadikan Muhammadiyah sebagai gajah yang tidur,” ujarnya.
Jurnalis: Wikka Essa Putra