Oleh: Muhammad Taufik Sasmita*
MADRASAHDIGITAL.CO – “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS At-Taubah: 18).
Masjid adalah tempat ibadah umat Muslim, seperti shalat, berdzikir, bershalawat, dan majelis taklim. Tempat yang paling baik, mulia, aman dan nyaman.
Pada zaman Rasulullah SAW, Beliau membangun Masjid Nabawi di Madinah, atau yang dikenal dulu dengan nama Yatsrib. Masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah, melainkan merupakan sekolah bagi orang-orang Muslim untuk menerima pengajaran Islam dan bimbingan-bimbingannya, sebagai balai pertemuan dan tempat mempersatukan berbagai unsur kekabilahan dan sisa-sisa pengaruh perselisihan semasa Jahiliyah, sebagai tempat untuk mengatur segala urusan, dan sekaligus gedung parlemen untuk bermusyawarah dan menjalankan roda pemerintahan.
Selain itu, Masjid juga berfungsi sebagai tempat tinggal orang-orang Muhajirin yang miskin, yang datang ke Madinah tanpa memiliki harta, tidak mempunyai kerabat, dan masih bujangan atau belum berkeluarga. Juga tak kalah penting, Masjid di masa Rasulullah SAW sebagai tempat mempersatukan manusia, yaitu mempersatukan antara orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar.
Masjid di Kala Pandemi
Saat ini, COVID-19 menjadi hal yang menakutkan bagi seluruh manusia. COVID-19 telah menewaskan ratusan ribu orang dan telah menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia. Menurut data yang dikutip dari Center for Systems Science and Engineering (CSSE) of Johns Hopkins University, yang diunduh pada tanggal 25 Mei 2020 Pukul 14.00 WIB menyatakan, bahwa terdapat 5.410.439 kasus orang yang terinfeksi COVID-19 di seluruh dunia (188 negara), dan total kematian di seluruh dunia mencapai 345.105 kasus. Artinya, 6.4 % orang yang mati karena COVID-19. Sedangkan di Indonesia, orang yang terinfeksi COVID-19 saat ini sebanyak 22.271 kasus positif, dengan 1.372 kasus kematian. Artinya, kurang lebih 6.2% orang Indonesia mati karena COVID-19.
Nah, di masa pandemi COVID-19 seperti saat ini, kita tahu bahwasanya orang-orang diharapkan beribadah di rumah guna mencegah penyebaran kasus yang setiap harinya meningkat. Sehingga banyak masyarakat yang melakukan kegiatan peribadatan di rumah. Yang berarti Masjid menjadi sepi. Yang ingin penulis garis bawahi adalah bukan permasalahan masjid menjadi sepi, tetapi pemanfaatan masjidnya.
Ikatan Ahli Kesehatan Masyakat Indonesia atau yang kita kenal dengan IAKMI, di kala pandemi saat ini memberikan solusi yang diberi nama PARC-19 (Perang Akar Rumput COVID-19). PARC-19 yaitu sebuah sistem yang dibangun melalui pusat pemerintahan terkecil, yaitu Desa (bagi yang tinggal di kabupaten) dan Rukun Warga atau RW (bagi yang tinggal di kota) bekerjasama dengan tenaga kesehatan. Sistem ini mengutamakan pembangunan masyarakat berbasis komunitas (Community Base Development), seperti :
- Pemberian informasi tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS),
- Surveilans atau pemetaan wilayah yang berpotensi terjadinya penyebaran COVID-19,
- Social/Physical Distancing atau menjaga jarak aman antar individu dan sosial masyarakat,
- Karantina wilayah atau membatasi pergerakan wilayah yang termasuk zona merah, dan
- Mitigasi ekonomi atau pengurangan dampak permasalahan ekonomi.
Di era teknologi seperti saat ini, Masjid mampu berperan dalam penanggulangan permasalahan pandemi. Kita tahu bahwa di setiap Desa atau RW memiliki Masjid/Mushola dan setiap hari dalam 5 waktu, kita mendengarkan kumandang adzan dengan menggunakan pengeras suara (speaker). Nah, seharusnya speaker Masjid/Mushola juga dapat menjadi media pemberitahuan massa, yang mana setiap orang diharapkan mendapatkan pengetahuan atau pemahaman kesehatan melalui speaker Masjid/Mushola.
Pemberian informasi ini dilakukan setiap hari dan berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyakarat. Selanjutnya, pengetahuan tersebut akan menimbulkan kesadaran mereka, dan akhirnya akan menyebabkan perilaku mereka berubah. Hasil atau perubahan perilaku ini memakan waktu yang lama, namun perubahannya bersifat menetap dan langgeng. Karena didasari pada kesadaran mereka sendiri, bukan karena paksaan.
Pemberian edukasi kepada masyakarat tentang promotif dan preventif melalui speaker masjid
Masjid/Mushola juga bisa dijadikan sebagai tempat (posko) kesehatan publik, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Misalnya tempat untuk pertemuan (membahas perihal strategi penanggulangan pandemi di lingkungan) dan tempat istirahat para tenaga kesehatan dan tenaga medis yang melakukan pengecekan surveilans di lapangan.
Masjid/Mushola juga bisa dijadikan sebagai tempat pengumpulan dan penyaluran bantuan (donasi) dari masyarakat, oleh masyakarat dan untuk masyarakat. Dan untuk data masyarakat yang terdampak pandemi bisa didapatkan melalui Rukun Tetangga (RT) setempat.
Untuk itu, kegiatan ini harulah didukung penuh oleh pejabat setempat (RT, RW, Desa, Kelurahan) dan bekerjasama dengan pengurus Masjid/Mushola. Sehingga, dengan kerjasama yang baik ini dapat menjadikan masyarakat lebih peduli terhadap kesehatannya dan dapat merubah perilaku mereka yang kurang baik menjadi lebih baik lagi. Serta pandemi COVID-19 dapat ditangani dengan baik.
Implementasi Kegiatan PARC-19
Masjid Baitul Iman di wilayah RW.09,Cipinang, Pulogadung, Jakarta Timur, telah menerapkan kegiatan tersebut. Alhamdulillah, kegiatan tersebut didukung penuh oleh pejabat di lingkungan setempat, yakni RT, RW, dan LMK Kelurahan Cipinang, dan juga dibantu oleh Karang Taruna dan Remaja Masjid di lingkungan setempat. Selain itu, didukung pula oleh IAKMI DKI Jakarta.
Kegiatan tersebut meliputi:
1. Melakukan kegiatan promotif dan preventif.
-
- Memberikan edukasi kepada masyarakat melalui pengeras suara (speaker) masjid (Masjid Baitul Iman), minimal 1 hari sekali.
- Membuat banner/spanduk yang berisi edukasi kepada masyarakat tentang bahaya COVID-19.
- Memberikan masker dan mengedukasi warga yang belum menggunakan masker.
2. Melakukan pendataan masyarakat yang berpotensi menularkan COVID-19.
-
- Orang yang baru pulang dari luar negeri, maupun wilayah/daerah zona merah.
- Orang-orang yang sehari-hari bekerja di luar rumah.
- Orang-orang yang berhubungan dengan pasien COVID-19, baik itu keluarga pasien COVID-19, dokter, perawat, relawan, serta tenaga medis lainnya.
3. Melakukan pengecekan suhu dan tekanan darah terhadap masyarakat, terutama masyarakat rentan (lansia dan anak-anak)
4. Mendata masyarakat yang ekonominya terdampak karena COVID-19.
Dengan adanya kegiatan tersebut, kita dapat memahami apa yang mesti dilakukan oleh masyarakat di setiap wilayah. Penulis berharap, dengan adanya pemanfaatan Masjid/Mushola yang baik ini dapat menurunkan angka penularan atau penyebaran COVID-19. Dan diharapkan pula agar setiap Desa atau Rukun Warga (RW) melakukan kegiatan ini, dengan mencontoh apa yang telah dilakukan oleh Pengurus Masjid Baitu Iman dan pejabat di lingkungan RW.09.
* Anggota IAKMI DKI Jakarta, Penulis buku Nafas Cendekiawan Muslim (2019), Korps Sukarelawan PMI Jakarta Timur, Enumerator SEANUTS II Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
REFRENSI
Al-Quran
Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurahman. 1997. Sirah Nabawi. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar
Notoatmojo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyakarat : Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta