MADRASAHDIGITAL.CO – Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia. Philo,yang berarti cinta dalam arti luas, yaitu ingin dan karena itu lalu berusaha mencapai yang dinginkan itu; shopia artinya kebijakan dalam arti pandai, pengertian yang mendalam, cinta pada kebijakan (Ahmad Tafsir, 2001: 9).
Filsafat memang dimulai dari rasa yang ingin tahu. Keingintahuan manusia ini kemudian melahirkan pemikiran. Manusia memikirkan apa yang ingin diketahuinya. Pemikiran inilah yang kemudian disebut sebagai filsafat. Dengan berfilsafat manusia kemudian menjadi pandai. Pandai artinya juga tahu atau mengetahui, dengan kepandaiannya manusia harusnya menjadi bijaksana. Bijaksana adalah tujuan dari mempelajari filsafat itu sendiri. Filsafat merupakan kegiatan pikiran.
Pikiran manusia ini menerawang dan menelaah segala yang ada di alam semesta. Penelaah ini melahirkan tentang realitas itu, tentang segala itu. Upaya mengetahui segala itu dilakukan secara sistematis, artinya menggunakan hukum berfikir. Pikiran filosofis ini mencari hakikat segala sesuatu itu sampai pengertian yang paling dasar, paling dalam. Menurut Rassel (2004:xiii), filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sain. Filsafat berisiksan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang secara definitif belum jelas pengertiannya.
Pertanyaan-pertanyaan seperti apakah dunia terbagi menjadi dua: jiwa dan materi, apakah jiwa dan materi itu?, apakah alam semesta ini mempunyai maksud tertentu? Apakah alam semesta ini sedang bergerak ke suatu tujuan? dan seterusnya. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu adalah pertanyaan pertanyaan filsafat. Harald Titus, mengemukakan bahwa dalam arti sempit adalah science of science.
Tugas utama filsafat adalah memberikan analitis secara kritis terhadap asumsi-asumsi dan konsep sains, dan mengadakan sistematisasi sain. Dalam pengertian luas, filsafat berusaha mengintegrasikan pengetahuan manusia dari berbagi lapangan pengalaman manusia yang berbeda-beda dan menjadikan sutau pandangan yang konprehensip tentang alam semesta, hidup, dan makna hidup. Dari pendapat Titus diatas, filsafat adalah kegiatan manusia terutama aspek berfikirnya.
Pemikiran manusia ini kemudian menjadi pengetahuan bagi manusia untuk menjadi hidup di dunia ini. Filsafat dengan demikian dapat menjadi pandangan hidup manusia. Radikal berasal dari kata radix yang berarti akar. Maksudnya dari berpikir radikal ini adalah berpikir sampai ke hakikatnya, sampai keesensinya. Filsafat pendidikan adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang pendidikan sampai ke akar-akarnya. Filsafat pendidikan pada dasarnya menjawab tiga permasalahan pokok pendidikan, yaitu: (1.) Apakah itu pendidikan?, (2.) Apa tujuan yang hendak dicapai?, (3.) Bagaimana cara yang baik untuk merealisasikan tujuan tujuan tersebut?
Made Pidarta (2007:86) mengutip Zanti Arbi mengungkapkan tentang tujuan filsafat pendidikan, yaitu menginspirasi, menganalisis, mengpreskripkan, dan menginvestigasi. Maksud menginspirasi yaitu memberikan inspirasi kepada para pendidik untuk melaksanakan ide tertentu dalam pendidikan. Melalui filsafat tentang pendidikan, filosof memaparkan idenya: Bagaimana pendidikan itu? Ke mana diarahkan pendidikan itu? Siapa saja yang patut menerima pendidikan? dan bagaimana cara mendidik dan peran pendidik?
Selanjutnya yang dimaksud dengan menganalisis dalam filsafat pendidikan adalah memeriksa secara teliti bagain-bagian pendidikan agar dapat diketahui secara jelas validasinya. Hal ini perlu dilakukan agar penyusunan konsep pendidikan secara untuh tidak terjadi kerancuan, tumpang tindih, serta arah yang simpang siur. Mendeskriptifkan dalam filsafat pendidikan pendidikan adalah upaya mejelaskan atau memberi pengarahan kepada pendidik melalui filsafat pendidikan.
Yang dijelaskan dapat berupa hakikat manusia, aspek peserta didik yang perlu dikembangkan, batas-batas keterlibatan pendidik, arah dan target pendidikan sesuai dengan minat dan bakat peserta didik. Maksud menginvestigasi adalah memeriksa atau meneliti kebenaran teori pendidikan. Pendidik tidak dibenarkan begitu saja mengambil konsep atau teori pendidikan untuk dipraktikkan di lapangan. Senada dengan Made Pidarta, J.M.Daniel 1986:26) mengatakan bahwa filsafat memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Inspirasional, yaitu tujuan filsafat pendidikan yang menyatakan cita-cita utopia bagi pendidikan manusia, baik pendidikan formal maupun informal.
2. Analitik, menemukan dan menafsirkan makna dalam percakapan/bahasa dan praktek pendidikan.
3. Preskriptif, yaitu tujuan filsafat pendidikan memberikan panduan yang jelas dan tepat bagi praktik pendidikan.
4. Investigasi, yaitu tujuan filsafat pendidikan menyelidiki kebijakan dan praktek pendidikan yang diadopsi. Filsafat pendidikan Islam tentu sangat diperlukan sebagai aplikasi filsafat dalam pendidikan. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pendirian lembaga pendidikan senantiasa berhubungan dengan individu dan masyarakat yang menyelenggarakan dan mengkonsumsi pendidikan.
Oleh karena itu, pengelola pendidikan harus memahami filsafat pendidikan sebagai basis penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan, termasuk di dalamnya metode dalam pendidikan. Metode merupakan langkah atau cara menyelenggarakan pendidikan. Karenanya, metode merupakan salah satu hal krusial yang perlu dirumuskan.
Dalam serangkaian aktifitas belajar-mengajar, metode seringkali menjadi satu hal yang inheren, sehingga pengajar maupun pelajar kerap mengabaikannya. Karenanya, sekalipun tidak dipikirkan, metode tetap includ di dalam proses kependidikan. Menurut H.M. Arifin metode dalam pandangan filosofis pendidikan merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat itu mempunyai fungsi yang bersifat polipragmatis yakni bilamana metode itu mengandung kegunaan yang serba ganda di satu sisi memberikan manfaat dan berdampak positif.
Namun, di sisi lain bisa menjadi sesuatu yang membahayakan dan berdampak negatif sebagaimana media yang berbasis IT (informsi teknologi) dan monopragmatis atau alat yang hanya dapat dipergunakan untuk mencapai satu macam tujuan saja seperti laboratorium. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat pendidikan islam sudah dipastikan memiliki metode pengembangan dan pengkajiannya yang khas, karena metode inilah sesungguhnya yang memberikan petunjuk operasional dan teknis dalam mengembangkan suatu ilmu. Sebagai suatu metode, pengembangan suatu ilmu biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut:
1. Bahan-bahan yang akan digunakan untuk pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis yaitu, al-Quran dan al-Hadist yang disertai pendapat ulama.
2. Serta para filosof lainnya; dan bahan yang diambil dari pengalaman empirik dalam praktik pendidikan.
3. Metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikan rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al-Quran dan Al-Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al-Quran semacam mu’jam al-Mufahras li alfazh al-Quran al-Karim, karangan Muhammad Fuad Abd Al-Baqi (Kamus untuk mencari ayat-ayat yang diperlukan), dan mu’jan al-Mufahras li alfazh al-Hadist karangan Weinseink (Kamus untuk mencari hadist yang diperlukan)
4. Metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analitis-sintetis, yaitu suatu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara indukatif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
5. Metode pendekatan. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Selanjutnya, karena yang ingin dikembangkan dan dikaji masalah filsafat pendidikan Islam, maka pendekatan yang harus digunakan adalah perpaduan dari ketiga ilmu tersebut yaitu filsafat, ilmu pendidikan, dan keislaman (Abuddin Nata, 2005: 20-24).
Secara filosofis, hakikat pendidikan berkaitan dengan hakikat para pendidik, anak didik, lembaga pendidikan, dasar-dasra dan tujuan pendidikan, hak dan kewajiban, tugas dan kedudukan semua yang terlibat dalam pendidikan. Selain itu, secara epistemologi sumber-sumber dan tolak ukur pendidikan dikaji secara kritis dan mendalam sehingga akan berjalan harmonis dengan tujuan pendidikan yang dimaksudkan. Ahmad D. Marimba (1980: 45) mengartikan pendidikan Islam sebagai usaha untuk membimbing keterampilan jasmaniah dan rohaniah berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Ukuran-ukuran Islam ditujukan pada akhlak anak didik, perilaku konkrit yang memberi manfaat kepada kehidupannya di masyarakat. Hasan Langgulung (1980:23) mengatakan bahwa pendidikan Islam ialah pendidikan yang memiliki empat fungsi, yaitu (1.) Fungsi edukatif, artinya mendidik dengan tujuan memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik agar terbebas dari kebodohan; (2.) Fungsi pengembangan kedewasaan berfikir melalui proses transmisi ilmu pengetahuan; (3.) Fungsi penguatan keyakinan terhadap kebenaran dengan pemahaman ilmiah; (4.) Fungsi ibadah sebagai bagian pengabdian hamba kepada Sang Pencipta yang telah menganugerahkan kesempurnaan jasmani dan rohani kepada manusia. Sebagaimana Allah S.W.T berfirman dalam surah At-Tin ayat 4: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematis, logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang tidak hanya di latarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu yang relevan. Pendapat ini memberikan petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan Islam adalah maslah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, dan metode lingkungan.
Karena itu dalam mengkaji filsafat pendidikan Islam seseorang akan diajak memahami konsep tujuan pendidikan, konsep gyry yang baik, konsep kurikulum, dan seterusnya yang dilakukan secara mendalam, sistematik, logis, radikal dan universal berdasarkan tuntutan agama Islam, khususnya berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadist (Abuddin Nata, 2005:16).
Jadi, janganlah berpikiran bahwasanya filsafat adalah ilmu yang menyesatkan ataupun radikal. Karena filsafat mengajarkan kita untuk berpikir secara sistematis dan teratur, ilmu filsafat ini sangat membantu dalam pembelajaran maupun pendidikan, banyak cabang-cabang ilmu filsafat yang digunakan contohnya saja filsafat pendidikan islam dalam pengkaderan, ilmu filsafat ini bisa diterapkan dalam perkaderan karena di dalam ilmu ini mempelajari tentang pemikiran yang mendasar, sistematis, logis, dan menyeluruh tentang pendidikan yang tidak hanya di latarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu yang relevan.