MADRASAHDIGITAL.CO-Memperingati International Woman Day (IWD), IMM Komisariat PGPAUD, PGSD dan BK (IMM BPP) Universitas Ahmad Dahlan mengadakan Webinar Nasional bertajuk “Kekerasan Seksual di Ranah Kampus”. Kegiatan ini dilaksanakan pada Kamis, 11 Maret 2021 silam melalui zoom meeting.
Webinar ini dimaksudkan untuk membangun kesadaran mengenai isu-isu kekerasan seksual di ranah kampus, terutama untuk para Mahasiswa, tajuk tersebut dibawakan oleh 3 pemateri yang konsentrasi dalam kajian Gender, yakni Dr Norma Sari, (PP NA), Ariati Dina Puspita Sari (Sekretaris PP NA) dan IMMawati Tati (Ketua Bidang IMMawati DPD IMM DIY).
Pembina IMM Zona 5, IMMawan Ragil Kurniawan, M.Pd dalam sambutannya mengutarakan:
“diskusi mengenai perempuan bukan demi mencari perbedaan, bukan pula untuk mencari siapa yang lebih baik, namun siapa yang paling bertakwa. Kacamata untuk membedah diskusi keperempuanan harus sesuai dengan kacamata Islam (al-Qur’an dan Hadis”.
Sementara Ibu Norma Sari menggambarkan budaya patriarki yang menjadi problematika merugikan untuk kaum perempuan, budaya tersebut telah membuat perempuan tersudut dan selalu berada dibelakang laki-laki. Menghadapi budaya patriarki bukan saja tugas dari perempuan, namun juga menjadi kepentingan bersama. Patriarki juga bukan berarti sama dengan melawan lelaki.
Norma Sari juga mengusulkan rekomendasri ihwal langkah strategis menangani kekerasan seksual di kampus, yakni: 1) dukungan kebijakan yang meruapak integrasi Kampus Responsif Gender dengan kehidupan Islami kampus, 2) Dukungan struktur lembaga yang khusus menangani, 3) dukungan Sumber Daya Manusia yang diberi wawasan dan keterampilan secara umumum maupun khusus untuk melakukan tindakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, 4) dukungan sarana prasarana untuk edukasi dan rehabilitasi, 5) dukungan jaringan untuk merujuk dan menangani korban: layanan psikologi dan rumah sakit.
Ibu Ariati Dina Puspita selaku pemateri kedua menjelaskan ihwal kekerasan seksual yang turut menimpa kaum muda, menurutnya walaupun tidak terlalu menonjol, namun sebenarnya kekerasan seksual di ranah ini cukup banyak. Beliau juga menjelaskan dampak dari kekerasan seksual yang kerap menyebabkan kehamilan tak terencana, gangguan mental, dikucilkan dari lingkungan sosial serta inveksi menular.
Mewakili perspektif gerakan Mahasiswa, IMMawati Tati menjelaskan pentinganya organisasi bertanggung jawab penuh terhadap anggotanya, meski begitu, acapkali organisasi menutup kasus, menyalahkan korban dan tidak mendukung korban secara adil. Beliau juga menggambarkan relasi kuasa di dalam organisasi baik secara struktural maupun kultural.
“misalnya ada seorang pimpinan komisariat dan ada seseorang yang mengajaknya berkomunikasi, sedangkan jabatannya lebih tinggi. Ketika pimpinan komisariat tersebut menjadi korban kekerasan seksual maka ia akan tidak berani melawan sebab secara struktural lebih rendah”, tutur IMMawati Tati.
Moderator acara, Khansa Ativa menutup acara ini dengan kesimpulan, Isu kekerasan seksual sampai saat ini masih menjadi sebuah permasalahan yang kompleks. Kemungkinan besar kekerasan tersebut terjadi di ranah kampus meski belum banyak data yang secara konkret menjelaskan hal ini. maka dari itu, Mahasiswa sebagai agent of change sekaligus aktivis hendaknya memberikan wadah bagi korban-korban pelecahan seksual agar para korban berani speak up terhadap kejadian yang dialaminya.