LeSPK dan Netes Institute laksanakan bedah buku Menggugat “Indonesia Menggugat” Catatan dari Balik Penjara, Bedah buku ini dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 22 Februari 2022 di ruangan In door Netes Kafé. Kegiatan ini juga bekerjasama dengan DPD IMM DIY, PUNDI, Madrasah Digital, BEM KM UMY serta BEM KM UNISA sebagai media partner.
Acara ini dihadiri langsung oleh penulis buku Menggugat “Indonesia Menggugat” Catatan dari Balik Penjara Dr. Syahganda Nainggolan dan tiga narasumber lainnya.
Habib Firmansyah selaku Direktur Netes Institute dalam sambutannya yang sekaligus membuka acara menyatakan bahwa acara ini merupakan refleksi penulis terhadap gerakan dan perjalanan yang telah beliau lalui sejak menjadi mahasiswa hingga saat ini serta untuk memantik para mahasiswa agar lebih sadar terhadap kondisi bangsa saat ini dan bergerak untuk memperbaiki bangsa.
Setelah acara dibuka oleh Direktur Netes Institute, bedah buku dipandu oleh Akmal Ahsan selaku Wakil Direktur PT. Netes Global Persada.
In’am el Musthafa selaku Direktur LeSPK Yogyakarta dalam materinya menjelaskan kisah perjalanan Syahganda ketika dipenjara, kemudian beliau mengatakan perlunya menjaga martabat intelektual dimanapun berada.
Respati Ade Sasongko, S.IP selaku Anggota DPRD Kab. Sleman memberikan penjelasan tentang bagaimana kita memahami administrasi Perundang-Undanganan yang ada baik pusat hingga daerah.
Mochammad Faried Cahyono selaku Jurnalis memberikan saran kepada para audience agar punya perencanaan untuk menulis dengan skema yang jelas dan tersistem. Beliau juga menerangkan perlunya konsep dan perencaan yang dilakukan oleh Pak Kuntowijoyo ketika ingin menulis.
Sementara Syahganda Nainggolan pada materinya mengajakl audience untuk melihat kondisi masyarakat kedepannya, khususnya memandang masyarakat era digital saat ini.
Kemudian pada sesi wawancara, ketika ditanyakan mengenai kondisi Indonesia, Syahganda mengamati keadaan kenegaraan saat ini, ia berpandangan bahwa Indonesia belum siap masuk ke era kehidupan yang baru.
“Indonesia berada dalam fase yang Kelihatannya tidak siap untuk transformasi. Hal ini dikarenakan adanya deglobalisasi dikarenakan epidemi Covid-19, adanya krisis ekonomi dunia yang panjang, krisis kesehatan yang panjang dan adanya ide ide untuk memutus kapitalisme. Kemudian mencari arah baru yang disebut post kapitalisme. Bahwa Indonesia tidak siap untuk masuk ke transformasi kehidupan baru”, tuturnya.
Syahganda juga berharap Indonesia berpikir keras untuk melihat tantangan dan menjadikan tantangan tersebut sebagai momentum. Peluang tersebut hanya bisa dilakukan oleh pemerintah yang memang sungguh-sungguh.
“Pemerintah itu mengerti situasi, mengerti tentang Transformasi dari masyarakat biasa ke masyarakat digital maksudnya transformasi masyarakat di masa depan, supaya lebih berkeadilan sosial yang menghancurkan oligarki dan lain-lainnya”, lanjutnya.
Pak Syahganda mengakhiri sesi wawancara dengan harapan bahwa pemerintah berjibaku untuk masuk ke era baru dan membentuk kekuatan baru yang siap masuk era global yang baru.
“kalau pemerintah itu tidak bisa tanggap atau sensitif terhadap itu sebaiknya pemerintah itu tidak usah menjadi pemerintah harus dikasih kepada kekuatan baru yang lebih siap masuk dalam pertarungan global baru”, lanjut Syahganda.
Kepada awak media In’am el Mustofa menuturkan harapannya untuk memuliakan peran mahasiswa selaku agen perubahan. Bahwa yang perlu dilakukan saat ini adalah membangun komunikasi dengan teman-teman aktivis baik masa lalu maupun dengan beberapa pegiat sosial agar gerakan dari mahasiswa sebagai agen perubahan ini bisa melakukan sinergi dengan beberapa sektor-sektor yang lain.
Red. Saipul Haq