MADRASAHDIGITAL.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah PP Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si meluncurkan buku yang berjudul Islam Syariat di Auditorium Ahmad Dahlan lantai VI Kampus B Uhamka, Jakarta Timur, Jumat (28/10).
Dalam launching buku tersebut dihadiri oleh ratusan peserta yang berjumlah kurang lebih 700 peserta, mulai dari Rektor Uhamka, Mahasiswa, Dosen, hingga para Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dari berbagai daerah, Direktur rumah sakit Muhammadiyah, serta berbagai perwakilan Ortom (Organisasi Otonom) Muhammadiyah, seperti, KOKAM, IMM, IPM, dan HW.
Setiap peserta yang hadir mendapatkan satu buku yang diberikan secara gratis. Buku tersebut merupakan hasil dari disertasi Prof Haedar Natsir saat menempuh perkuliahan di Universitas Gajah Mada. Ini bukanlah peluncuran pertama buku dari Islam Syariat itu sendiri, melainkan buku ini sudah memasuki tahap revisi dan cetakan ketiga. Buku cetakan ketiga ini diterbitkan oleh penerbit Suara Muhammadiyah. Di mana sebelumnya diterbitkan oleh Penerbit Mizan dan Ma’rif Institut.
Dalam penjelasannya, Haedar memaparkan, latar belakang buku ini dapat tercipta, yakni berangkat dari realitas pascareformasi. Banyak gerakan-gerakan, bukan hanya gerakan Islam namun gerakan sosial lainnya yang tumbuh begitu rupa. Dari gerakan kiri yang mendukung bangkitnya komunisme, kelompok-kelompok sekuler yang memproduksi pikiran-pikiran agama yang tidak boleh masuk ke ruang publik. Bahkan munculnya kelompok anti agama saat itu.
Lalu, di lain sisi, munculah gerakan yang berlawanan. Gerakan-gerakan radikal sampai ekstrem, dalam kajian sosiologi, Haedar mengatakan, semuanya harus netral. Hal ini memicu ketertarikan Haedar mengkaji gerakan Islam yang begitu militan, kembali menghadirkan Islam yang menurut mereka kaffah. Tetapi coraknya berbeda, menyesuaikan dengan arus utama yang sudah hidup, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan sebagainya.
Dalam ruang lingkup sosiologi, Haedar mengungkapkan perlunya istilah sebagai pengganti nama gerakan-gerakan yang memiliki pikiran yang militan tersebut. “Sehingga dicetuskan olehnya dengan penggunaan Islam Syariat. Yakni sekelompok Islam yang ingin menegakkan syariat Islam, tapi dengan karakter militan tidak keras, kaku, dan eksklusif atau monolitik,” ujarnya.
Islam Syariat juga menjadi karakter perwujudan dua wajah. Pertama, yang bersifat pandangan keagamaan murni. Kedua, menjadikan Islam yang tidak kaku bahkan monolitik yang akan memicu pertentangan beberapa kelompok yang dalam istilah barat pada saat itu adalah humanisme sekuler. “Sehingga penyebaran dakwah Islam akan meluas bukan menyempit,” ungkapnya.
Redaktur: Annisya Kurniasih