MADRASAHDIGITAL, Yogyakarta-Senin (27/09/2021) demonstrasi mahasiswa memperingati dua tahun tragedi September Berdarah dilangsungkan di Mapolda Sultra. Aksi ini berakhir ricuh. Ketua Umum DPD IMM Sultra, Marsono diamankan kepolisian dan digiring masuk ke dalam Mapolda Sultra. Belakangan diketahui Marsono mendapat pukulan kepolisian. Merespon kejadian tersebut, Dewan Pimpinan Daerah IMM DIY turut geram dan bersuara.
Melalui Muhammad Taufiq Firdaus, Ketua Bidang Bidang Hikmah, DPD IMM DIY menyampaikan beberapa poin pernyataan:
Pertama, Demonstrasi merupakan kegiatan yang dilindungi oleh Undang-Undang sebagai kebebasan berekspresi dan berpendapat di muka umum. Kedua, tindakan represif aparat merupakan cermin dari pemerintahan yang gagal menjalankan fungsinya sebagai pejabat negara untuk melindungi rakyat. Ketiga, ancaman kebebasan berpendapat dan pemukulan aktivis telah mengancam demokrasi. Maka DPD IMM DIY menyatakan sikap:
- Hentikan segala bentuk represifitas yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap massa aksi.
- Mengutuk segala tindakan yang mengedepankan kekerasan dibanding dialog.
- Ustu tuntas tindakan represifitas yang dialami massa aksi.
- Hukum oknum polisi yang melakukan tindakan represif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Sementara itu Ketua Umum DPD IMM DIY, Muh Akmal Ahsan menyatakan kekerasan tersebut telah menambah daftar hitam kekerasan aparat terhadap aktivis. Ia mengungkapkan Kepolisian memang perlu banyak berbenah.
“kekerasan yang terjadi di Kota Kendari telah menambah daftar kelam kekerasan aparat terhadap aktivis. Beberapa polisi banyak yang enggak tau aturan, mereka alih alih mengamankan konflik justru sering menjadi pelaku utama kericuhan. Para pemimpin kepolisian dari tingkat pusat hingga daerah perlu pelatihan ulang soal tugas dan fungsi polisi” ujar Akmal.
Akmal memandang konflik yang terjadi di Sulawesi Tenggara berpotensi mengundang amarah publik. Apalagi ditengah suasana masih kuatnya ingatan pada kematian Randi dan Yusuf 2 tahun silam.
“Polisi jangan main api. Endapan amarah pada kematian dua aktivis tahun 2019 yang lalu masih menggumpal. Sewaktu-waktu meledak. Massa padat IMM se-Indonesia berpotensi menjadi gelombang besar bilamana kekerasan demikian terus dijalankan”, lanjutnya.
DPD IMM DIY berharap kekerasan aparat yang terjadi di Sulawesi Tenggara adalah kejadian terakhir.