MADRASAHDIGITAL.CO, Oleh: Yeni Firdhausiah, Sekretaris Bidang Organisasi PK IMM FIKES UHAMKA
JAKARTA SELATAN- Dalam kesempatan pada 13 Maret 2021 lalu, Korps IMMawati Cabang Jakarta Selatan mengadakan webinar pendidikan seksual sebagai bentuk pencegahan kekerasan seksual dilaksanakan secara daring via zoom meeting. Kegiatan yang dihadiri beberapa kader IMM dan masyarakat umum ini mengundang Yulianti Muthmainnah, S.H.I, M.Sos selaku ketua PSIPP ITB Ahmad Dahlan Jakarta. Kemudian Dian L Izwar, S.Psi, MPH dan Khotimun Sutanti yang juga Direktur Eksekutif LBH APIK. Serta di moderatori oleh Rafa Basyirah.
Yulianti Muthmainnah, S.H.I, M.Sos dalam penyampaiannya sebagai narasumber, mengingatkan sebelumnya terkait bagaimana gerakan perempuan itu sendiri semakin disuarakan terutama dalam memperjuangkan gender equality. Salah satunya dengan memperingati adanya hari perempuan Internasional yang jatuh pada 8 maret 2021 “dengan mengusung tema: menggugat, waktunya untuk melakukan perubahan”, ujarnya.
Tidak hanya itu, bertepatan pada 11 Maret 2021 umat Islam khususnya memperingati peristiwa Isra Mi’raj “Isra Mi’raj ini bukan hanya sekedar perjalanan di malam hari nabi dan menerima wahyu untuk sholat. Namun dibalik peristiwa itu ada sejarah perempuan, yang dimana pada saat itu Nabi sedih berkepanjangan karena istrinya Khadijah meninggal dunia”.
Bicara perihal perempuan tentunya banyak sekali permasalahan yang terjadi, satunya yakni kekerasan seksual. Yulianti meyebutkan, angka kasus kekerasan seksual meningkat dimasa pandemi. Karena setiap orang saat ini berada dirumah, sehingga berpotensi bagi perempuan mendapat pelecehan di ruang tertutup. Namun tidak dipungkiri juga diluar ruangan bisa terjadi, karena transportasi umum yang saat ini dibatasi sehingga keadaan yang sepi menyebabkan berpeluangnya pelaku tindak kejahatan beraksi.
Ia menjelaskan bahwa pelecehan seksual adalah tindakan fisik dan non fisik yang menyebabkan perempuan merasa tidak nyaman, tersinggung, dan merasa direndahkan martabatnya. Pelecehan seksual ini bisa terjadi secara fisik seperti menyentuh tubuh subjek dan secara non fisik seperti menggoda dengan perkataan “neng sini temenin abang” dll nya.
Salah satu nya yakni pemerkosaan. Zina dan perkosaan adalah dua hal yang berbeda menurut Yuli, zina ada hukuman yang sangat tegas karena didasari atas suka sama suka. Kalau perkosaan ada sebuah paksaan yang dilakukan pelaku kepada korban, maka hukumannya dalam Islam adalah dipotong secara silang tangan kanan dengan kaki kiri atau sebaliknya. Dalam Islam perempuan korban pemerkosaan tidak dihukum, yang mendapat hukuman hanya hirabah (pelaku) nya saja. Serta, dalam konverensi international, seorang ulama Yusuf Al-Qardhawi berpendapat korban pemerkosaan boleh melakukan arbosi.
Khotimun Sutanti pun menjelaskan terkait kasus kekerasan seksual dalam perspektif hukum pidana. Banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi tidak juga menandakan tingginya angka pada kasus itu sendiri, karena hanya beberapa orang saja yang berani melaporkan terjadinya kasus kekerasan seksual. Jika dalam hukum pindana kekerasan seksual terdapat dalam KUHP pasal 281-297 mengenai pelanggaran kesulaan ditempat umum, perkosaan dan pencabulan termasuk kepada orang dewasa dan anak.
Sejauh ini diketahui 64% perempuan pernah mengalami pelecehan seksual diruang publik, kemudian 24% terjadi secara fisik dan 15% secara virtual. Maka jelas bahwa pelecehan seksual tidak memandang tempat, waktu dan hubungan dengan pelaku. Khotimun menyayangkan bahwasannya kekerasan gender berbasis online di Indonesia belum ada UU yang mengatur detail soal itu, sejauh ini hanya ada UU ITE yang saaat ini pun masih kita permasalahkan tertama di pasal 27 mengenai pornografi. Yang mengatur tentang pelarangan konten yang melanggar kesusilaan, dan dalam hal ini makna kesusilaan pun sangat luas.
Dalam ranah psikologi pun, Dian L Izwar, S.Psi, MPH, menerangkan perihal bagaimana pencegahan untuk tindak kekerasan seksual yang baik tentunya sejak dini. Menurut WHO setiap kegiatan seksual yang dilakukan secara paksa jika dilihat dalam RUU Kekerasan Seksual adalah perbuatan merendahkan seseorang terhadap tubuh secara paksa dan bertentangan dengan kehendak seseorang. Dan perlu diingat ada 3 hal yang harus dilakukan para orang tua untuk mendidik anak terhadap seksual yaitu, pertama menyelaraskan perkembangan aqil baligh, kedua, memahami tugas perkembangan anak dan ketiga, membantu anak memahami identitas seksual mereka.