Dinamika masyarakat terus mengalami perkembangan yang cukup pesat diberbagai segi kehidupan, baik dari segi ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, dan lainnya. Perkembangan ini memiliki tentu mempunyai dampak bagi masyarakat. Dampak baiknya akan membawa kemajuan peradaban bagi suatu masyarakat, dampak buruknya akan menciptakan degradasi moral di tengah kehidupan masyarakat yang dipicu oleh derasnya arus globalisasi yang masuk ke Indonesia. Degradasi moral di tengah kehidupan masyarakat ditandai oleh banyaknya perilaku-perilaku menyimpang, terutama di kalangan generasi muda Indonesia.
Salah satu perilaku menyimpang yang marak terjadi di kalangan generasi muda Indonesia adalah pergaulan bebas yang menjurus pada “seks bebas”. Menurut Zalbawi dalam jurnalnya “Masalah Aborsi di Kalangan Remaja” menyebutkan bahwa seks bebas di kalangan generasi muda Indonesia menyisakan banyak permasalahan manakala dari perilaku seks bebas tersebut berujung pada kehamilan. Jika hal itu terjadi, maka laki-laki sebagai pasangannya dituntut untuk bertanggung jawab dengan cara menikahinya. Namun, apabila hal itu tidak berhasil maka biasanya jalan pintas yang diambil adalah aborsi.
Aborsi adalah tindakan menghentikan kehamilan sebelum waktunya dilahirkan. Menurut sebagian besar masyarakat Indonesia, aborsi akibat pergaulan bebas dianggap menjadi suatu solusi untuk menutupi aib keluarga, sehingga para korban mendatangi bidan atau dukun tradisional untuk menggugurkan kandungannya. Namun, tidak sedikit pula di antara masyarakat Indonesia yang sangat menyayangkan tindakan aborsi. Bagi masyarakat yang kontra terhadap tindakan aborsi menganggap aborsi sebagai tindakan pembunuhan yang melanggar hukum, sekaligus termasuk tindakan yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa ibu jika aborsi tidak dilakukan oleh ahlinya.
Ada banyak kasus aborsi yang menimpa generasi muda Indonesia akibat kehamilan diluar nikah, salah satunya adalah kasus yang menimpa Gea Nila Sari (21) dan M. Syaifudin (23). Seperti yang diberitakan Kompas.com (2019), Syaifudin sering melakukan hubungan badan di luar nikah hingga menyebabkan Gea hamil. Mengetahui Gea yang tengah hamil 6 bulan, Syaifudin lantas menyuruh Gea melakukan aborsi.
Syaifudin membeli pil aborsi seharga Rp. 3 juta dari Handi yang dikenal melalui teman-temannya. Syaifudin kemudian menyuruh kekasihnya untuk menelan pil aborsi sebanyak 16 butir. Setelah janin berhasil diaborsi, Gea dan Syaifudin kemudian membuang janin tersebut ke dalam tumpukan sampah di pinggir Sungai Segawe, Desa Jenggotan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Janin yang dibuang tersebut ditemukan oleh warga sekitar dalam keadaan berbalut rok abu-abu SMA yang terbungkus plastik merah dan diletakkan di atas tumpukan sampah.
Menurut penulis, aborsi merupakan tindakan pelanggaran hukum yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila kedua Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab’. Dikatakan bertentangan dengan sila kedua Pancasila karena aborsi merupakan tindakan yang tidak manusiawi atau tidak berprinsip kemanusiaan terhadap “janin”. Aborsi sama saja telah merampas hak janin yang ada di dalam kandungan untuk hidup atau melangsungkan kehidupan setelah dilahirkan.
Sila kedua Pancasila mengajarkan kepada bangsa Indonesia untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan atau humanisme. Dalam konteks ini, seseorang seharusnya memiliki rasa cinta kasih terhadap sesama manusia, menghargai hak-hak sesama manusia, tidak semena-mena terhadap sesama manusia, memperlakukan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta saling mengakui persamaan derajat, bukan justru “menghilangkan kemanusiaan” dengan cara menghilangkan hak hidup orang lain.
Jika dalam diri bangsa Indonesia sudah tertanam nilai-nilai Pancasila dengan baik, tentu tidak mungkin tindakan aborsi terjadi. Tindakan aborsi adalah tindakan yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah terlampau jauh dengan Pancasila. Meskipun di dalam Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan juncto pasal 31 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah No 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi disebutkan ada pengecualian bahwa aborsi boleh dilakukan untuk kehamilan akibat pemerkosaan serta karena adanya indikasi kedaruratan medis yang membahayakan kehidupan wanita hamil.
Akan tetapi, aturan pengecualian tersebut sudah berbenturan dengan nilai-nilai Pancasila. Terlebih lagi, saat ini aturan pengecualian tersebut banyak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk digunakan sebagai alibi menutupi aib hubungan diluar nikah. Sekali lagi, bagi penulis, apapun alasannya, tindakan aborsi baik legal maupun ilegal sangat tidak sesuai dengan falsafah Pancasila.
Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia sudah seharusnya diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan kasus aborsi yang marak dilakukan oleh generasi muda Indonesia, maka pendidikan Pancasila di lingkungan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), maupun di tingkat Universitas sangat penting diberikan. Hal ini dimaksudkan agar manusia-manusia Indonesia, khususnya generasi muda yang saat ini duduk di bangku SMP, SMA maupun perkuliahan dapat mengetahui bagaimana seharusnya mereka bertindak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Jika butir-butir Pancasila dapat dipahami dan diimplementasikan sejak dini oleh generasi muda Indonesia, maka kemungkinan terjadinya perilaku-perilaku yang berpotensi mencederai Pancasila di kalangan generasi muda akan sangat kecil bahkan tidak ada.
Red: Saipul Haq