MADRASAHDIGITAL.CO-Oleh: Mustofa Dahlan, Mahasiswa Fakultas Agama Islam UAD Yogyakarta
Demokrasi merupakan sebuah sistem politik yang saat ini banyak diimplementasikan oleh berbagai Negara. Secara historis, Demokrasi muncul di Negara Kota (City Stapes) Athena Yunani pada abad ke 4 sebelum Masehi. Plato adalah seorang filsuf yang menaruh perhatian besar terhadap perkembangan demokrasi. Pemikirannya banyak diimplementasikan oleh pelaku demokrasi saat ini. Demokrasi menekankan pada kebebasan pendapat individu. Produk demokrasi semacam pemilu, Dewan Perwakilan Rakyat dan macam-macam adalah lembaga yang menunjang kebebasan berpendapat. Prinsip demokrasi ini tentu berbeda dengan prinsip Negara kerajaan. Di Negara kerajaan, keputusan raja bersifat mutlak dan absolut, sedangkan di negeri demokrasi tidak berlaku hal yang demikian.
Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak Negara yang mengimplementasikan sistem demokrasi. Watak demokrasi Indonesia yaitu demokrasi pancasila. Muhammadiyah sendiri memaknai Pancasila sebagai daar al ahdi asy syahadah atau Negara yang dibangun berdasarkan kesepakatan. Kelahiran Pancasila dirumuskan pada sidang 18 Agustus 1945. Dalam merumuskan pancasila ini, ada banyak perwakilan dari kaum Nasionalis-Agamis. Dari kalangan Agamis sendiri, diwakilkan oleh Ki Bagus Hadikusumo (Muhammadiyah) dan KH Wahid Hasyim (Nahdhatul ‘Ulama). Banyak problematika yang terjadi ketika merumuskan pancasila ini. Salah satunya ketika sila pertama hasil Jakarta Charter yang berbunyi menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya mendapat penolakan dari perwakilan Indonesia Timur. Meskipun demikian, Pancasila dianggap sebagai model yang pas bagi berbagai bentuk kemajemukan Ras, Suku, Budaya dan Agama yang ada di Indonesia.
Meskipun sudah 76 Tahun Pancasila ini diimplementasikan, namun bukan berarti semua kalangan bisa menerima dengan legowo. Kalangan Islam dari kalangan revivalis misalnya, banyak yang menganggap Pancasila ini melenceng dari syariat Islam, karena dinilai melenceng dari asas politik Rasulullah. Berbagai macam organisasi Islam revivalis, HTI misalnya, secara tegas menolak sistem demokrasi, bahkan tidak bersedia mengikuti pemilu karena kesimpulan yang tadi, bahkan menurut beberapa literatur, HTI mengharamkan sestim demokrasi. Benarkah demokrasi haram seperti apa yang di katakan oleh HTI .?
Benarkah Demokrasi Haram?
Kalau kita memakai teori analisis dari Muhammad Elfandi yang dituliskan di buku Inilah Politikku, Politik Islam terdiri atas beberapa bagian, yaitu 1) Sistem 2) Referensi 3) Nilai. Dari hal yang demikian tadi, termasuk yang mana demokrasi itu?. Demokrasi termasuk dalam sistem, artinya bahwa demokrasi ini adalah sebuah instrumen untuk menjalankan roda pemerintahan. Kalau yang kita pakai adalah sistem politik Nabi, tentu demokrasi ini sangat bertentangan, mengingat latar belakangnya muncul dari Yunani yang notabenenya bukan merupakan Negara Islam, namun apakah langsung bisa difatwakan bahwasannya demokrasi itu haram ?
Menurut saya pandangan bahwa demokrasi haram adalah pandangan yang tidak benar. Mengapa?, sebab sistem politik Nabi tidak bisa dijadikan sebagai patokan. Yang bisa dijadikan patokan, adalah referensi dan tujuan, sedangkan sistem mengikuti zaman. Bukan hanya Demokrasi, bila kita telisik lebih lanjut, model pemerintahan atau model politik Khulafaur Rasyidin berbeda dengan nabi. Model pemerintahan kerajaan Islam semacam Umayyah, Abasiyyah dan Utsmani, berbeda dengan politik nabi. Meskipun berbeda, namun referensi dan tujuannya sama, yaitu mencapai kemuliaan (Izzah) Islam.
Demokrasi pun juga demikian, kalau demokrasi difatwakan haram karena tidak sejalan dengan Nabi, berarti sistem khulafaur rasyidin dan kerajaan Islam bisa juga dikatakan haram dong.? Karena sistemnya tidak sejalan dengan sistem politik Nabi. Sistem Pemerintahan Nabi adalah sistem pemerintahan yang terpusat, segala sesuatu dikembalikan kepada Nabi. Ketika zaman khulafaur Rasyidin, model pemerintahannya menggunakan sistem syura dan Musyawarah mufakat. Ketika zaman kerajaan Islam (Umayyah, Abasiyyah, Utsmani) model pemerintahannya terpusat pada seorang raja. Sistem ini sangat berbeda sehingga demikian maka “sistem” tidak bisa dijadikan sebagai patokan. Meskipun demikian, Referensi dan tujuannya sama. Referensinya Al-Quran dan Sunnah sedangkan tujuannya juga sama, mencapai Izzatul islam. Dengan demikian, dimanakah tempat demokrasi ?
Demokrasi Tidak Bertentangan Dengan Islam
Selagi demokrasi diperuntukan untuk mencapai tujuan Islam, maka tidak ada suatu yang melanggar didalamnya. Apalagi didalam demokrasi, menekankan tentang kebebasan berpendapat bagi setiap warga Negara. Didalam Islam pun ada prinsip ini, yaitu prinsip Musyawarah, dimana setiap orang boleh berpendapat. Demokrasi bisa haram ketika referensi dan tujuannya tidak selaras dengan nilai-nilai keIslaman. Semisal demokrasi dijadikan sebagai alat sekularisasi seperti yang dilakukan Mustafa Kamal Attaturk, atau demokrasi dijadikan sebagai ajang Korupsi seperti yang berlaku di internal VOC, atau demokrasi dijadikan sebagai alat untuk mengimplementasikan teori Maciavelli yang hendak menjadikan kekuasaan jauh dengan agama maka bisa saja demokrasi bisa menjadi haram. Namun, apabila demokrasi diterapkan seperti di Indonesia yang berusaha menyatukan segala bentuk perbedaan, saya rasa belum saatnya demokrasi di “haram” kan. Pada intinya, Selagi demokrasi tidak menganggu jalannya Islam (Sosial, ekonomi, keluarga, dll) maka tak perlu melabelinya haram, namun apabila demokrasi tidak memberikan ruang kepada Islam dan justru melarang perkembangan Islam, maka sudah sepatutnya demokrasi diharamkan.
Editor: Muh. Akmal Ahsan